Sunday, February 8, 2009

menyikapi pemimpin yang zalim

menyikapi pemimpin yang zalim
para pemimpin yang adil dan bijaksana adalah dambaan kita semua. namun, apakah yang terjadi bila pemimpin kita adalah orang yang zalim dan semena-mena? berbagai macam respon (tanggapan) muncul dari masyarakat kita ketika menghadapai ujian ini. ada yang berdiam diri saja tanpa adanya empati (perhatian), disisi lain ada juga yang beramai-ramai mengadakan aksi unjuk rasa yang terkadang menuju kepada pihak anarkis (kekerasan). ahlu sunnah sebagai orang yang terbaik dalam berinteraksi kepada Allah SWT dan sesama manusia, harus mempunyai sikap dalam menghadapi cobaan ini. lantas bagaimanakah sikap mereka? untuk kita kami mencoba menghadirkan tulisan ini ke hadapan saudara pembaca agar kita semua bisa meneladani sikap yang diwariskan oleh para pendahulu kita yang sholeh, lantaran "tidak akan bisa baik akhir umat ini kecuali dengan hal yang bisa membuat baik generasi awalnya." Wallohu Waliyyuttaufiq.

Hukum asal ketaatan kepada pemimpin
Allah SWT berfirman:"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu..... (QS. An Nisa [4]:59)
Rosulullah SAW bersabda dalam hadist Hudzaifah bin Al-Yaman RA"akan ada sepeninggalku nanti para pemimpin, mereka tidak memakai petunjukku, tidak pula sunnahku, dan akan ada nanti diantara mereka sekelompok orang yang berhati setan namun bertubuh manusia." Hudzaifah RA bertanya "Wahai Rosulullah, bagaimanakah sikapku bila aku jumpai hari itu?" Rasululloh SAW menjawab "taatilah amir (pemimpin) walau punggungmu dipukul, hartamu diambil, maka tetap taatlah." (HR. Muslim :1847)
akan tetapi, ketaatan ini harus dengan syarat tidak bertentangan dengan perintah syari'at. jika bertentangan maka syariat'atlah yang harus diutamakan. berdasarkan hadist riwayat al-Bukhori RA dalam kitab shohih beliau no.7145 "ketaatan dalam perkara yang baik" imam an-Nawawi RA berkata "Ulama bersepakat bahwa ketaatan bagi penguasa hukumnya wajib bila bukan dalam hal maksiat. mereka juga bersepakat bahwa tidak ada lagi ketaatan bila dalam hal maksiat" (Syarah shohih muslim 12/532)

Hal yang perlu diketahui
saudaraku, mungkin sebagian dari kita masih belum mengetahui ada apa sebenarnya dibalik sikap zalim para penguasa terhadap rakyatnya? ternyata, sebab zalimnya penguasa bersumber dari kemaksiatan yang dilakukan oleh rakyat itu sendiri sebagai bentuk balasan dari Allah SWT atas mereka. Allah SWT berfirman "dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)" QS. As-syuro 42:30
dari Qotadah RA beliau berkata "Bani isroil pernah berkata :'Wahai Robb kami, engkau di langit dan kami di bumi, lantas bagaimanakah kami tahu riho dan murka-Mu' Allah berkata :'jika aku ridho akan kujadikan pemimpin kalian dari orang-orang yang terpilih, dan bila aku murka akan kujadikan orang-orang yang jelek dari kalian sebagai pemimpin." (Diriwayatkan oleh ad-Darimi dalam naqdhu ustman bin sa'id:303) oleh karenanya, kita harus memperbaiki diri, memperbanyak taubat dan istighfar sebab kezaliman tersebut sebenarnya hanya merupakan bentuk peringatan Allah SWT kepada kita.

Di antara sikap para pendahulu kita
stop demonstrasi! sungguh banyak hadist yang memerintahkan kita untuk bersabar tatkala penguasa berbuat zalim. Rosulullah SAW memerintahkan kita agar tetap mengingkari apa yang tidak baik dari penguasa tadi (secara lisan atau hati) serta tetap memberikan nasihat dengan cara yang tertutup yang diharapkan dengannya bisa diterima. ulama salaf-yang mewarisi para nabi- juga melakukan hal yang sama ketika menghadapi situasi semisal diatas. diantara mereka adalah
1. Al-Fudhoil in iyadh RA, beliau mengatakan "anda aku mempunyai doa yang mustajab (pasti terkabul) tentu aku akan memperuntukannya bagi penguasa." "wahai abu ali, coba terangkan maksudmu kepada kami,""tanya para sahabatnya. Al-Fudhoil meneruskan "bila aku berdoa untuk diriku maka kebaikan tidak akan sampai pada orang lain, namu bila aku berikan untuk penguasa lalu ia menjadi baik maka akan menjadi baiklah rakyat dan negeri." (Syarhu as-sunnah kar.imam al-Barbahari:114)
2.Hasan al-Bashri RA tatkala didatangi oleh sekelompok orang yang menanyakan perihal sikap mereka pada waktu terjadinya tragedi Yazid bin al-Muhallab, beliau memerintahkan agar mereka semua diam dirumah dan mengunci pintu rapat-rapat. setelah itu beliau berkata "demi Allah, seandainya manusia sabar bila di uji dengan para pemimpinnya (zalim), niscaya tidak lama lagi Allah akan mengangkat cobaan tadi dari mereka. namun mereka akan langsung menyikapinya dengan pedang maka mereka pun dikuasai oleh pedangnya. dan demi Allah, sungguh tidaklah mereka mendatangkan hal yang lebih baik saat ini" (asy-syariah kar. imam al-ajurri, nukilan dari mu'amalatul hukkam kar. Abdus salam barjas :64)
3. Imam ahmad bin Hanbal RA, yang sikap beliau mungkin sudah tidak asing lagi ditelinga kita-kita (lihat dalam Ushul as-sunnah karangan beliau poin yang ke 33-34)
dalam satu hal penting lagi bahwa keyakinan untuk bersikap seperti ini telah menjadi kesepakatan AAhlus sunnah wal-jamaah dari dahulu hingga kini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam an-Nawawi RA diatas. bila anda membuka hampir seluruh literatur klasik yang membahas tentang aqidah, niscaya anda akan dapati ternyata sikap yang ditunjukan mereka adalah sama dan satu.

Diantara syubhat yang ada
1. sikap yang ditunjukan ahlus sunnah seakan lembek, dan tidak berefek
2. pemberontakan abdurrohman bin Asy,ats, dan sa'id bin jubair pada zaman tabi'in.
3. hadist Rosul SAW hanya untuk pemimpin yang menegakkan syari'at islam seperti pada zaman dahulu

Jawaban
1. tidak ingatkah kita tentang sabda Rosululloh SAW bahwa segala sesuatu apabila disertai kelembutan (bukan Lembek) akan menjadi indah? apakah memang benar sikap yang ditunjukan oleh ahlus sunnah ini tidak ada pengaruhnya? kalaulah benar, apakah semua yang tampaknya berefek namun tidak sesuai dengan syari'at lantas menjadi benar dan harus ditakuti? jika demikian niscaya hilanglah tujuan kita yang utama dalam beragama itu sendiri, yaitu mengikuti Rosululloh SAW dalam semua perilaku, ucapan, dan sikapnya dalam beribadah kepada Allah SWT.
2. memang benar, dahulu dua tokoh tersebut mengadakan pemberontakan terhadap al-Hajjaj bin Yusuf, namun kita perlu menyimak penjelasan imam an-Nawawi RA berikut "Qodhi 'iyadh berkata: "permberontakan ini terjadi sebelum adanya kesepakatan antara ulama bahwa tidak boleh memberontak atas mereka (penguasa)" (syarah muslim kar. imam an-Nawawi: 12/541) dan kalaulah ijma' ini tidak dapat diterima maka kedua tokoh diatas atau yang selainnya bukanlah orang maksum (terjadi dari dosa) yang wajib diikuti.
3. ini harus dikembalikan kepada definisi negara islam iru seperti apa. juga apa yang diinginkan dari istilah menegakkan syaria'at. apakah semisal rajam dan potongan tangan? kalau ini yang diinginkan maka perlu ditinjau ulang. sebab yang ada, Rosululloh SAW hanya memberi batasan ketaatan selama penguasa tidak menampakkan kufur yang yang nyata(bukan karena takwil) dan dia juga masih menegakkan sholat.

Sebuah renungan
saudara pembaca yang semoga selalu dirahmati Allah SWT, ketahuilah sesungguhnya tidak ada perintah yang baik melainkan perintah Allah SWT dan Rosul-Nya. bila kita melihat kekejaman dan sikap semena-mena pemimpin maka sikap yang paling bagus adalah sikap yang telah Allah SWT dan Rosul-Nya perintahkan kepada umat ini, tidak yang lainnya. maka siapa saja yang merasa bahwa ada sikap yang lebih cocok daripada apa yang telah Allah SWT dan Rosul-Nya tunjukan, ketahuilah bahwa keadaan orang ini sama dengan apa yang telah digambarkan aleh Allah SWT dalam surat al-baqoroh 2/61 tentang bani isroil: "....Musa berkata:"Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?... " Wallahu alam

0 komentar:

Post a Comment

Tulis Komentar anda disni