Mas Didin baru saja menikah dengan gadis cantiknya bukan kepalang. Namun seribu kali sayang, pelitnya tidak ketulungan.
Sejak menikah, Mas Di din diharuskan menyerahkan sem...
ua gajinya pada istrinya. Istrinyalah yang mengatur semua pengeluaran
rumah tangga. Istilahnya, istrinyalah yang menjadi bendahara keluarga.
Awalnya memang tidak ada masalah, tapi
sebulan berikutnya, masalah itu muncul saat Ibunya Mas Didin datang
minta uang. Mas Didin yang tidak pegang uang akhirnya minta uang pada
istrinya. Tapi apa yang terjadi?
Ternyata istrinya tidak mau
memberi uang kepada ibu mertuanya. Alasannya, uang belanja tidak akan
cukup kalau diberikan kepada ibu mertuanya. Lha nanti kalau beli
kosmetik pakai uang siapa? Belum buat beli baju tidur? Buat beli spring
bed? Buat beli ini itu? Akhirnya ibu mertua yang kecewa karena tidak
diberi menantunya, bernadzar tidak akan datang ke rumah anaknya
selamanya. Masyaallah.
Mas Didin yang tahu kalau ibunya tidak
dikasih uang hanya diam seperti “kera ketulup”. Ia bingung, apa yang
harus dilakukannya? Membela ibunya sebagai bakti kepada orang tuanya
dengan kemungkinan istrinya akan memarahinya. Atau membetulkan sikap
istrinya dengan kemungkinan akan dianggap durhaka oleh ibunya. (dikutip
dari Media Umat: Minggu I - Jumadil Ula 1428 H dengan sedikit
pengeditan)
Sahabat fillah, inilah kisah yang sering dan
banyak dialami oleh saudara-saudara kita, atau bahkan kita sendiri.
Sebagian di antara mereka atau kita masih bingung, mana yang harus
diprioritaskan? Lebih penting mana? Ibu kita atau istri kita?
Suami Harus Mendahulukan Ibunya Daripada Istrinya
Sangat wajar kalau anak laki-laki meski sudah menikah tapi tetap
memperhatikan ibu dan bapaknya, bahkan ini adalah kewajiban anak kepada
orang tuanya, terutama ibu. Meski anak sudah berkeluarga dan punya rumah
sendiri, ia tetap wajib merawat orang tuanya, termasuk menafkahinya
seandainya mereka memang sudah tidak mampu bekerja lagi. Anak laki-laki
harus taat kepada ibunya, bukan istrinya. Justru istrilah yang harus
patuh pada suaminya.
Dalam sebuah hadits shahih, diriwayatkan
bahwa Aisyah Ra bertanya kepada Rasulullah Saw, ”Siapakah yang berhak
terhadap seorang wanita?” Rasulullah menjawab, “Suaminya” (apabila sudah
menikah). Aisyah Ra bertanya lagi, ”Siapakah yang berhak terhadap
seorang laki-laki?” Rasulullah menjawab, “Ibunya” (HR. Muslim)
Seorang sahabat, Jabir Ra menceritakan: Suatu hari datang seorang
laki-laki kepada Rasulullah Saw, ia berkata, “Ya Rasulallah, saya
memiliki harta dan anak, dan bagaimana jika bapak saya menginginkan
(meminta) harta saya itu? Rasulullah menjawab, “Kamu dan harta kamu
adalah milik ayahmu”. (HR. Ibnu Majah dan At-Thabrani)
Ini berarti apabila orang tua membutuhkan bantuan, maka kita tidak boleh menolak, apalagi sampai menyakiti perasaannya.
Jangan Korbankan Orang Tua Demi Istri, Meskipun Ia Cantik!
Allah Swt berfirman, “...dan hendaklah kamu bersyukur kepada-Ku dan
kepada kedua orang tuamu” (QS. Luqman:14). Begitu penting berbuat baik
dan berterima kasih kepada kepada kedua orang tua kita, sampai
Rasulullah bersabda, “Ridha Allah terdapat pada keridhaan orang tua. Dan
murka Allah terdapat pada kemurkaan orang tua” (HR. Turmudzi).
Demikian tinggi kedudukan orang tua terhadap anaknya, sampai-sampai
Allah baru meridhai kita kalau orang tua ridha kepada kita. Sebaliknya,
Allah akan marah kepada kita apabila kita menyia-nyiakan orang tua.
Karena itu, janganlah seorang anak laki-laki mengorbankan orang tua demi
istri, meskipun istri tersebut sangat cantik! Sebab berbakti kepada
orang tua termasuk kewajiban pokok yang perintahnya digandeng dengan
perintah beribadah kepada Allah, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al-Isra’:23).
Istri Jaman Sekarang Kebanyakan Bermusuhan Dengan Ibu Mertuanya
Jika kita mau jujur, kita akan setuju dengan pernyataan tersebut. Bagi
istri, ketemu dengan ibu mertua sama dengan ketemu Mak Lampir. Jenis
istri seperti inilah yang jumlahnya seribu seribu. Artinya, sebagian
besar istri berperangai seperti itu.
Seorang suami yang bijak
seharusnya bisa menuntun istrinya agar sadar dan mengerti bahwa seorang
laki-laki meskipun sudah menikah, tapi masih punya kewajiban mengurus
ibunya. Istri yang baik tidak akan melarang suaminya berbuat baik kepada
orang tuanya. Seyogyanya, seorang istri membantu suaminya dengan cara
memberi dorongan dan peluang kepadanya untuk berbuat baik kepada orang
tuanya. Tidak perlu takut, kalau suami memberi uang kepada ibunya,
lantas rejekinya istri akan berkurang. Yakinlah, dengan rahmat-Nya,
Allah akan melipat gandakannya. Dengan seperti itu, seorang istri akan
mendapat pahala kebaikan pula. Sebaliknya, jika istri menghalang-halangi
suami berniat baik, maka ia akan mendapat dosa......
=(♥ ♥)=